Aku Percaya Cinta Bukanlah Luka  

Posted by Faiz Ahmad Nuzuliansyah



The Short Story
By The Title


Aku Percaya Cinta Bukanlah Luka

By

“Faiz Ahmad Nuzuliansyah”








Suara nyanyian hewan malam menggema menyapu kesunyian, menggelegar memecahkan satir kegelapan, menghiasi malam dengan lagu cinta berbackgroud bulan dan bintang. Kuusapkap telapak tangan setelah kupanjatkan do’a pada penciptaku, mendoakan suami dan dua anak tercintaku. Rumah tanggaku sudah terbina selama dua belas tahun lamanya, sejak tanggal 23 mei 2000, saat seorang pria kurus berkulit kuning langsat dengan kacamata minus yang setia menempel di kedua bola matanya yang belok. Fairuz Zakariyah. Pria kurus pecinta puisi itu telah berhasil menggapai mahligai cintaku, dan mengajakku mengarungi bahtera rumah tangga berdua, memadu kasih dengan syahadat cinta dan shalawat rindu. Kurapikan mukenaku saat kulihat handphone hitam milik suamiku berbunyi. Kulihat SMS masuk dengan nama kontak ‘Reni’. Kubaca SMS itu, kuperhatikan dengan seksama. “Astagfirullah. Siapa ini?” Aku tersentak saat membaca tulisan yang tertera di layar handphone yang kini kugenggam.
Assalamualaikum akhi. Semoga Allah SWT selalu melindungi akhi dalam naungan rahmat dan rahimNya. Akhi, ukhti telah membicarakan tentang hubungan kita kepada orangtua ukhti. Mereka merespon positive tentang rencana ukhti untuk menjalani hidup bersama akhi. Cinta ukhti kepada akhi sudah terlalu besar, dan tidak bisa untuk dipendam lagi. Akhi, ukhti siap menjadi istri kedua akhi. Ukhti rela menjadi kedua, demi meneguk cinta akhi yang suci. Semoga akhi juga bersedia untuk segera meminang ukhti. Wassalamuakum akhi. Ukhti sayang akhi.
Dadaku sesak, berjuta tanya mulai memenuhi kepalaku. Aku tak percaya, mungkinkah suamiku yang teramat sangat sayang dan cinta kepadaku serta kedua buah hatiku, yang telah mengarungi bahtera rumah tangga selama dua belas tahun bersamaku tega melukai hatiku, tega memadukan cintaku?! Kuucapkan istighfar, dan memohon ampun kepada tuhan dari godaan setan yang terkutuk. “Ya rabbi ampunilah hamba.”

@@@@@
Mendung menggelantung di langit sore, bersiap menjatuhkan butiran hujan menghempas ke bumi. Apakah langit sedang dirudung gundah? Sewarna dengan hatiku yang kini tengah gundah gulana menunggu balasan dari seorang yang aku sayangi, seorang pria yang umurnya lima belas tahun lebih tua dariku. Kekasihku, juga guruku. Aku gak mengerti mengapa cintaku terjatuh pada lembah hati seorang pria yang telah memiliki rumah tangga dan bahkan dua anak, ah, apa peduliku?! Cinta telah membutakan kedua mataku menutupinya dengan tabir cinta yang membuai, memabukkan, mengalahkan logika. Aku mencoba memunguti serbuk-serbuk dari kelopak cinta segitiga ini. Terbaring kumenatap langit-langit yang dihiasi ornament bintang plastik berwarna hijau. Bergetar handphone yang tergeletak tepat disampingku, segera kuraih dan berharap SMS yang masuk adalah dari orang yang yang aku cinta, pak Fairuz Zakariyah.
Waalaikumsalam. Maaf mbak, saya istrinya pak fairuz. Saya yakin mbak adalah orang yang sudah lama berhubungan dengan pak fairuz. Saya sebagai istri hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk pak fairus. Insyallah saya mengizinkan pak fairuz meminang anda, asal pak fairuz meminta izin terlebih dahulu kepadaibunya. Karenahanya ibunyalah yang berhak memberikannya izin, saya hanyalah seorang istri yang harus patuh dan taat kepada suami saya. Terimakasih.
Aku bingung. Kenapa tiba-tiba istrinya yang membalas SMS dariku? Rasanya seperti langit jatuh tepat diatas kepalaku, jatuh bersama tanya yang menghujam nuraniku.

@@@@@
Hari-hari berjalan seperti biasa, problema dan masalah selalu datang menerpa tak kenal waktu dan tempat. Bosan terkadang menghampiri dalam gerak laju kehidupanku sebagai seorang pengajar di sekolah menengah atas ini. SMA Cendana, seingatku sudah hampir 10 tahun aku mencurahkan ilmuku untuk para pencari ilmu pengetahuan di sekolah ini, tapi satu predikat ‘PNS’ tak pernah menyanding di seragam coklat yang kukenakan. Hidup memang tak pernah seindah yang dibayangkan, tapi tuhan selalu menyerukan kepada hambanya untuk tak pernah berhenti berjuang. Langahku gontai saat tengah berjalan di koridor panjang dihiasi tiang putih yang berjajar rapi bak tentara berbaris dalam film ‘Delta Force’. Samar terlihat dari kacamata minus yang berada tepat didepan kedua mataku, sosok seorang gadis yang teramat sangat akrab dimataku, bahkan dia kini singgah di sisi lain hatiku. Sisi gelap dari cerita cinta dibalik pintu.
Reni Kurnia Ananta. Kekasih gelapku sekaligus siswiku. Reni datang dengan wajah muram seperti tengah memendam sesuatu untuk dimuntahkan. Sekejap reni sudah berada tepat didepanku. “Akhi, akhi sudah baca SMS dariku tadi malam?” Aku bingung sediri dengan pertanyaan yang keluar dari bibir manis gadis didepanu ini. “SMS apa ukhti? Akhi gak ngerti.” Reni tiba-tiba mulai terlihat cemas, dan aku sendiri semakin bingung dengan apa yang tengah terjadi. “Kemarin ukhti SMS akhi, dan yang membalas SMSnya istri akhi.” Tiba-tiba dunia terasa sempit, menghimpit dadaku yang kurus. Perempuan yang ada didepanku, muridku, juga kekasih gelapku, melangkahkan kakinya pergi dari hadapanku. Aku semakin bingung dengan apa yang terjadi. “ukhti. Ukhti tunggu!” Reni terus berlalu tanpa menoleh ke arahku. Beribu tanya bergantian lewat diotakku, perempuan yangakrab kupanggil ukhti, dan akrab memanggilku akhi tiba-tiba menjadikanku bertanya-tanya. “Ya Allah, apa yang sedang terjadi?” Langsung kubuka handphone yang tengah bersandar santai disaku seragam coklatku. Kubuka SMS masuknya, dan kutemukan satu SMS dari reni yang masuk tengah malam kemarin. Saat aku tengah tertidur lelap dalam mimpiku. “Astagfirullahhaladziim..!!!” Dan semuanya menjadi jelas seketika.
@@@@@
“Assalamualaikum.” Kubuka pintu rumahku dengan perasaan yang bercampur aduk. Aku berada pada posisi yang berjuta warna, aku mencintai istriku dan dua buah hatiku, yang telah menemaniku selama dua belas tahun ini, tapi aku juga mencintai reni, siswiku yang menyinggahi sisi gelap di pojok hatiku. “Waalaikumsalam abi, eh sudah datang.” Istriku menyambut kedatanganku dengan hangat, tanpa terlihat menyimpan sesuatu apapun. Hatiku terenyuh, aku merasa hina. Telah menyimpan bangkai dalam taman surgaku. Halimah Sa’diyah As-Syauqani. Sang Rabiah Adawiyahku. “Abi mau mandi dulu, atau makan dulu? Itu umi sudah menyiapkan air hangat dan rawon daging kesukaan abi.” Senyum yang memancar dari wajah anggun nan teduh itu, membuatku sangat merasa betapa besar kesalahan yang telah kuperbuat. Menanam benih cinta diladang lain, sedang aku sendiri masih mempunyai ladang yang harus aku pelihara dengan sepenuh hati. Aku mencoba tersenyum di depan istriku. Senyum yang menyimpan rahasia. “Abi mandi dulu aja umi.” Aku berlalu dari hadapan istriku dengan langkah gontai.
Rawon daging yang mengisi mulutku terasa hambar, kejolak dihati telah membuat semuanya menjadi terasa hampa. Aku mencoba membuka percakapan dalam suasana sunyi dimeja makan ini. “Umi, abi mau tanya. Umi kemarin baca SMS dari murid abi ya?” Halimah tersenyum, kemudian menjawab dengan nada tenang sekali. Setenang air yang mengalir dari mata air menuju telaga. “Iya abi, malah umi juga jawab SMS itu.” Kuletakkan sendok, badanku mulai gemetar. “Umi, maafkan abi. Abi tidak bisa menjadi suami yang baik dan bijaksana seperti nabi Muhammad SAW. Abi tidak bisa menjadi ayah yang baik bagi kedua buah hati kita.” Aku menunduk pasrah. Kuangkat kepalaku mencoba mencari tahu, apa yang akan dikatakan halimah kepadaku. Halimah meneteskan airmata, tapi ia tersenyum. “Abi, umi hanyalah seorang istri. Yang mempunyai kewajiban untuk menemani abi, membahagiakan abi, dan mengabdi kepada abi dengan jiwa dan raga umi. Ibarat seorang abdi, umi pasrah akan apapun yang abi lakukan pada umi. Umi hanya meminta satu hal, jika memang abi memilih reni, murid abi itu untuk menjadi istri kedua. Umi minta dengan sangat kepada abi, cintai dia dengan sepenuh hati. Adillah pada kami berdua. Seperti yang rasulullah contohkan dalam menyikapi istrinya. Umi hanya ingin abi tahu. Umi mencintai abi bukan karena abi seorang tokoh masyarakat, atau karena abi adalah seorang sastrawan masyhur, umi mencintai abi karena Allah. Umi hanya ingin mengabdi dan membahagiakan abi seperti yang diperintahkan Allah dan rasulullah SAW.” Aku lemas. Ragaku melayang menembus galaksi andromeda.
Malam menginjak pagi. Saat ku tengah menengadah kepada tuhan semesta alam. Tuhan yang maha pemberi cinta dan maha mencintai. “Tuhan hamba hanyalah hambamu yang lemah. Hamba hanyalah hambamu yang berlumur dosa. Berilah hamba petunjuk, petunjuk untuk memilih jalan yang tepat bagi hamba. Jalan yang mampu membimbing hamba kembali kepadaMu, jalan yang menuntun hamba menuju pelukan ridlaMu. Ya Allah jika memang reni adalah wanita yang Engaku kehendaki untuk menjadi istri hamba yang kedua, maka jadikanlah cinta hamba dan reni tidak menyakiti hati halimah istri hamba. Dan jika Engkau tidak menghendaki hamba melanjutkan hubungan hamba dengan reni, maka tolong berikanlah reni pria yang lebih baik dari hamba. Sungguh engaku maha adil pada semua hambanya.” Kututup do’aku dengan lelehan airmata yang membasahi mukaku. Membasahi peluh dihatiku. Dan sekali lagi, aku hanya bisa pasrah dengan qadla dan qadar sang maha Pencipta. Cinta, sungguh aku tahu engkau diciptakan bukan untuk melukai hati. Engkau diciptakan untuk menghiasi bumi yang teramat kejam ini menjadi taman surga sementara. Cinta. Aku percaya, engkau ada bukan untuk menggores luka.

26 April 2012
21:59

This entry was posted on Selasa, 05 Juni 2012 at 00.57 . You can follow any responses to this entry through the comments feed .

0 komentar

Posting Komentar