Remang-remang senja yang terbiaskan awan di ufuk barat, menerpa wajah adi yang tengah duduk dengan gelisah di gubuk depan rumahnya. Dia memikirkan nasibnya sebagai penopang ekonomi keluarga, Meski kini dia hanya hidup dengan seorang ibunya yang berumur 70 tahun. Dia ingin membahagiakan ibunya, di umurnya yang sudah semakin senja. Dia bertempat tinggal di salah satu desa di Kecamatan Tugu kabupaten trenggalek. Di umurnya yang kini menginjak 17 tahun, ia terbilang masih muda untuk memikirkan masalah kerja. Tapi ia sudah bertekad untuk bisa membahagiakan ibunya.
Hingga suatu hari adi bertemu dengan regi, temannya semasa kecil dulu. Adi mendengar dari regi yang kini hidup di Surabaya bersama tantenya, bahwa hidup di kota itu lebih enak dan banyak lowongan pekerjaan yang menghasilkan uang banyak. Adi begitu saja percaya pada apa yang di dengarnya dari regi teman kecilnya dulu, sehingga ia memutuskan meminta izin pada ibunya untuk pergi ke kota Surabaya.
“Mbok, kulo sakniki sampun gerang tho ya, kulo mbade nyuwun restunipun sampean.” Ibu adi yang sedari tadi menjahit pakaian dengan khusuk tiba-tiba kaget dengan apa yang baru saja dikatakan oleh anak semata wayangnya itu.
“Jaluk restu gawe opo tho le?Kowe pengen rabi tho?”
Adi menghampiri ibunya yang duduk di kursi dan memijit kakinya. “Mboten mbok, kulo dereng karep rabi kok e. Kulo pengen nyambut damel teng suroboyo”.
“Yoalaah le, kowe arep nyambut gawe opo neng suroboyo?lha wong sekolahmu wae ora sampe SMA. Nek jare ku kowe ora usah neng suroboyo, tapi nek kowe wes karep temen yo ora opo-opo. Asal kowe nyambut gawe ne halal aku ngrestui le”. Dengan senyum mengambang adi menyalami tangan ibunya, yang kini juga tersenyum padanya. “lha kowe Arep budal kapan tho le neng suroboyo ne??”. “Insyaallah mbenjeng kulo bidal mbok”. “Emm ngunu yo, yowes nek ngunu kowe ndang beres-beres. Tapi saiki ados o disek kono, wes sore”. Dengan senyum yang mengembang adi bangkit dan segera menuju kamar mandi.
@@@@@
Sedari tadi adi tersenyum-senyum sendiri di dalam bis dan membayangkan bagaimana kota Surabaya, tanpa ia sadari seseorang wanita telah duduk di sampingnya. Wanita yang masih tergolong muda itu cantik dan terlihat ramah, adi memberanikan diri untuk mengajaknya berkenalan.
“Mau kemana mbak e??”.
Adi bertanya pada wanita itu dengan logat jawa kulonannya yang kental. Wanita yang duduk di sampingnya spontan menoleh dan tersenyum.
“Oh,,kulo mbade teng suroboyo mas, lha sampean piyambek?”.
“Kulo mbade teng suroboyo pisan mbak, oh iyo mbak. Teng suroboyo niku kangge tolek kerjo teng pundit nggeh?”.
“Oalah sampean kajenge tolek kerjo tho. Nek sampean karep monggo tumut kulo mawon, Oh enggeh asma ne sampean sinten nggeh?”
Dengan mantab adi menjawab pertanyaan wanita itu.
“Kulo Adi Baskoro wijoyo, lha sampean?”
Dengan senyum simpul wanita itu menjawab.
“Kulo Argita Dwi Pratiwi”.
Obrolan kedua insan itupun terus berlanjut dan menglir seiring berjalannya bis antarkota yang mereka tumpangi, adi merasa semakin akrab dan menemukan orang yang bisa membantunya untuk mencari kerja di Surabaya. Dari obrolan itu adi mendapat tawaran dari wanita yang ia panggil dengan mbak Gita itu, untuk bekerja di warung miliknya.
@@@@@
“Peh apik tenan yo mbak suroboyo, aku urong tahu ngerti kuto e mbak. Awet cilik aku ora tahu metu soko trenggalek”. Adi kini tengah duduk di bis kota seraya melihat pemandangan kota surabaya dari balik jendela. Mbak gita tersenyum melihat ekspresi adi yang lucu itu.
“lha nyapo mbak?sampean kok ngguya-ngguyu dewe?”.
”hehehehehe ora opo-opo di, lucu ae ndelok kowe koyo ngunu iku”.
”Oalaah mbak tak kiro tho lapo, oh iyo mbak gita. Isik adoh tha iki?”.
“Emm sediluk engkas kok di, nyante wae. Koe wes luwe tho???”.
“Heheheheh iyo mbak, aku wes luwe. Wetengku rasane wes podo demo iki nang jero weteng”.
Mbak gita tertawa melihat adi yang begitu kocak.
“Iyo-iyo tenang wae lah di, mengko tak tukokne sate kambing seng enak”.
Adi senang sekali mendengar apa yang di katakana mbak gita.
“Wuih temenan yo mbak?aku duemen karo sate, aku yo iso nggawe sate lho mbak. Malahan nek riyoyo kurban biasane aku di kongkon pak Rt masakne gawe bancaan bareng”.
“Wahhh siip di, sopo ngerti kowe iso nambah resep nang warungku”.
Mereka berdua tertawa, ketika tiba-tiba kenek mengingatkan bahwa bis sudah sampai di terminal joyoboyo. Mereka berdua turun dari bis dan mulai berjalan menuju ke tempat tujuan, yaitu restoran mbak gita yang bertempat 500 m dari terminal Joyoboyo. Sepanjang jalan mereka berdua bercanda tawa layaknya dua orang sahabat dekat. Tak lama kemudian mereka sampai di sebuah ruko.
“Lhoalaah neng kene tho mbak warunge??”.
“Iyo di ki warungku, ayo mlebu”.
Akhirnya adipun menemukan tempatnya kerja, di kota yang baru sekali ia datangi. Surabaya. Adi sungguh tak pernah bermimpi bias bekerja di Surabaya. Tapi inilah kenyataannya, Sekarang adi telah masuk ke dalam realita yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Dari sinilah dia menanamkan harpannya untuk membahagiakan ibunya.
@@@@@
Pukul 03.00 adi dan mbak gita sudah mulai mencari bahan dan bumbu untuk keperluan warung, dan juga membeli bahan untuk membuat sate yang rencananya akan menjadi menu baru di warung di warung mbak gita. Setelah berbelanja berbagai keperluan, mereka segera membuat berbagai masakan yang akan di sajikan di warung nanti. Ada bakso, soto, dan sate. Adi mendapat bagian untuk membuat sate sedangkan mbak gita sibuk membuat soto dan bakso. Stelah semua persiapan selesai merekapun mulai membuka warung mbak gita yang terletak di roku graham permai Blok 1 No7, warung mbak gita memiliki tempat yang strategis dan juga beberapa pelanggan tetap. Tak lama warung di buka, sudah ada pembeli yang datang.
“Selamat pagi pak ziyad, mau pesan apa pak?”.
Tanya mbak gita pada pembeli pertamanya hari ini yang sekaligus pelanggannya.
“Selamat pagi juga gita, emm kelihatannya ada menu baru ya? Sate? Bolehlah sate aja sepuluh tusuk”.
“iya pak itu menu baru, satenya pakai lontong atau nasi pak?”.
“Em pakai lontong saja gita, kayaknya lebih enak’.
“Iya pak, silahkan duduk dulu pak”.
Mbak gita bergegas menyuruh adi untuk segera membuatkan pesanan pak ziyad.
“Di ndang gawekne sate sepuloh tusuk ngangge lontong, iki ngono pelangganku lho di, de’e sering mangan nang kene. Gawe sate ne seng enak yo?”.
“Beres mbak gita”.
Dengan yakin adi memulai membuat pesanan, dalam beberapa menit saja sate sudah siap untuk di hidangkan.
“Ini pak silahkan satenya”.
“Oh iya, terimakasih. Hmm dari baunya saja sepertinya enak”.
Ketika pak ziyad memakan satenya, ia merasakan ada perbedaan dari sate yang satu ini. Yakni dagingnya empuk dan bumbunya meresap sekali. Pak ziyad jadi penasaran bagaimana membuatnya. Setelah membayar pak ziyad bertanya pada mbak gita.
“Gita satenya enak banget, ngomong-ngomong siapa yang membuatnya?”.
“Terimaksih pak, yang buat bukan saya pak tapi teman saya adi”.
“Kalau boleh saya tahu mana orangnya?”.
Mbak gita pun bergegas ke dapur dan memanggil adi.
“Di pak ziyad pengen ketemu karo kowe. Ayo”.
“Lho??emange enek opo mbak?”.
“wes tho, ayo”.
Merekapun menghampiri pak ziyad yang sedang duduk sendirian.
“Permisi pak, ini lho yang namanya adi orang yang masak sate tadi”.
Mbak gita memperkenalkan adi kepada pak ziyad. Sedangkan adi sendiri masih bingung dengan apa yang terjadi.
“Oh jadi kamu yang namanya adi? Sate buatanmu enak sekali. Sebenarnya apa rahasia dari sate buatanmu itu?”.
Tanya pak ziyad kepada adi.
“Enggeh pak kulo adi, matur nuwun sampean demen kale sate kulo. Mboten enten rahasia ne kok pak, namung sak derenge kulo bakar. Sate ne kulo bumboni riyen, dadose bumbune ngeresep”.
“oh gitu, sebenarnya kamu orang mana? kok ngomongmu jawa halus kayak gitu? Aku jadi agak kebingungan, tolong kamu bicara pakai bahasa Indonesia saja ya!”.
“Saya asli trenggalek pak. Oh iya pak, maav lho pak”. Jawab adi memakai bahasa Indonesia dengan logat jawa kulonan yang masih kental.
“Iya nggak apa-apa, oh iya kemaren ada teman saya yang sedang mencari orang yang bisa membuat sate untuk restorannya di bali. Dan teman saya ini siap membayar besar orang yang bias membuat sate yang enak, karena pengunjung restorannya rata-rata orang bule. Dan saya lihat, sate buatanmu enak. Barangkali kamu berminat untuk bekerja di sana?”.
Adi sungguh kaget dengan apa yang baru saja ia dengar, belum juga seminggu dia berada di Surabaya. Tapi sudah ada orang yang menawarinya untuk bekerja di bali, sungguh ini adalah anugrah dari Tuhan yang maha Esa. Dengan hati yang bergetar, adi menyetujui tawaran yang di berikan pak ziyad.
“Iya pak saya berminat, kira-kira kapan saya bisa mulai kerja di bali pak?”.
“Lusa kamu bias berangkat ke bali”.
‘Baik pak”.
Adi sangat senang dengan apa yang kini dia peroleh, dan mbak gita pun menyetujui keputusan adi. Malam ini, sebelum tidur adi memanjatkan doa pada Tuhan yang maha Esa.
“Gusti matur nuwun sanget, dinten niki panjenengan maringi kulo anugrah ingkang katah. Mugi-mugi lantaran niki kulo dados ngebahagiaaken si mbok teng deso. Amien ya rabbi”.
Selesai adi memanjatkan doa, ia memejamkan matanya dengan senyum simpul di bibirnya.
@@@@@
Sudah tiga tahun adi berada di bali, dan selama itu pula adi belum pernah pulang ke desa. Selama ini dia hanya mengirimkan uang untuk si mboknya di desa, sekarang adi telah memiliki restoran sendiri. Yang ia bangun dari hasil gajinya selama 2 tahun bekerja bersama pak rudi-teman pak ziyad- di restorannya di kuta. Kini bisnis restoran adi yang berada di dekat pantai sanur memiliki omset 5 juta perhari. Adi sebenarnya ingin sekali ingin pulang ke desa untuk menjenguk ibunya, tapi apalah kata bisnisnya yang sedang berkembang tidak bisa untuk di tinggalkan. Kini adi sedang berdiri di tepi pantai sanur, melihat sang surya yang hendak tenggelam di ufuk barat. Di kala ia tengah menikmati indahnya keindahan senja tiba-tiba handphonenya berbunyi, dan terlihat nama Sokib-sepupunya di desa-.
“Assalamualaikum kib, enek opo?”.
“Waalaikumsalam mas adi, mas si mbok e sampean mas...”.
Sokib berkata dengan nafas yang tersenggal senggal. Adi mulai heran dan cemas dengan nada bicara sokib.
“Kib enek opo tho kib???Si mbok nyapo??kowe ojo nggarai aku wedi”.
“Anu mas, anu... si mbok e sampean kecelakaan. Saiki keadaane kritis nang rumah sakit Sumber Sehat Trenggalek. Sampean muleh o mas !”.
“Iyo kib, iyo aku muleh saiki !”.
Dan pada saat itu juga adi bergegas berangkat menuju Bandara Ngurah Rai untuk terbang menuju Bandara Juanda Surabaya. Selama perjalanan menuju ke Trenggalek, berjuta pikiran terlintas di benak adi tapi adi hanya bisa berdoa.
“ya allah mugi-mugi si mbok selamet ya allah”.
@@@@@
Ba’da shubuh adi tiba di terminal trenggalek, setelah melalui lima jam perjalanan dari Bandara Juanda Surabaya. Adi bergegas mencari mushalla untuk melaksanakan shalat shubuh. Sepuluh menit kemudian adi sudah sampai di rumah sakit Sumber Sehat, dan tepat pada saat itu sokib sudah menunggu kedatangan adi di depan rumah sakit.
“Kib si mbok nang endi?piye keadaane?”.
Adi bertanya pada sokib dengan nada cemas.
“Si mbok teng ruang UGD mas”.
Mereka berdua bergegas menuju ruang UGD. Setibanya di ruang UGD adi melihat ibunya yang tergolek tak berdaya dengan kepala yang di perban. Ibunya terlihat begitu pucat dan lemah. Adi pun menghampiri ibunya dan berbisik di telinganya.
“Assalamualaikum mbok, niki kulo adi”.
Perlahan-lahan mata ibunya mulai terbuka, dengan suara yang serak dan lirih ibunya menjawab. Namun masih terlihat senyum yang begitu tulus dari wajah yang pucat itu.
“waa..alaikumsalam di.. kabarmu pye le?? Apik wae tho?”.
“Alhamdulillah sae mawon mbok”.
“Aku kangen karo kowe le, wes suwi aku ora ketemu kowe”.
“Ngapunten mbok, kulo sampun suwe mboten wangsul”.
“Ora opo-opo le, aku seneng ndelok kowe saiki wes sukses. Ndelok kowe sukses ae aku wes seneng le”.
Adi megenggam erat tangan ibunya, sungguh ia ingin meneteskan airmata. Melihat orang yang begitu ia sayangi dengan keaadaan seperti ini. Tapi adi tak ingin terlihat sedih di depan ibunya.
@@@@@
Adi duduk di depan ruang UGD bersama sepupunya sokib dengan di temani kopi dan pisang goreng. Adi bertanya pada sokib apa yang telah terjadi sebenarnya pada ibunya.
“sakjane piye tho kib kedadeane kok iso kyok ngene?”.
“Si mbok kuwi kecelakaan nang pasar pahing mas, si mbok pas nyebrang ora ngerti nek enek mobil teko arah kulon. Lha untunge si mbok mung kesrempet, tapi si mbok sirahe natap aspal mas. Dadi ne ngunu kuwi”.
“Emm.. ngunu tha. Aku asline ndek wingi iku wes kepikiren arep mrene nyambangi si mbok. Eh lha kok moro-moro kowe telpon aku ngabari nek si mbok kecelakaan. Sakjane aku yo ora penak ninggal si mbok suwi-suwi, tapi yo opo maneh restoranku nang bali ora keno di tinggal e kib. Tapi nek ngerti ngene ki, aku dadi ngeroso bersalah karo si mbok. Wes ninggal ne si mbok dewean nang kene”.
“Uwes mas ora usah ngeroso ngunu, mendingan saiki seng akeh dungakne mbok e sampean. Ben cepet waras”. Sokib mencoba menghibur adi.
“He’em kib, kowe bener”.
Di saat adi menyeruput kopinya yang masih hangat, di tengah dinginnya hawa pagi. Terdengar suara ibunya yang sedang terbatuk-batuk, adipun bergegas menghampiri ibunya. Adi terkejut melihat ibunya yang dengan ringkih melambaikan tangan ke arahnya.
“Mbok sampean la nopo? Mbok?”.
“Le..mre..neo”. Masih dengan suara yang parau ibunya menyuruh adi untuk mendekat ke arahnya.
“Enggeh mbok, wonten nopo?”.
Adi mulai cemas, dengan keadaan ibunya. Dan kini sokib telah berada di sampingnya.
“Le si mbokmu iki wes tuwo, sepurane yo le si mbok ora iso ngeke’i kowe opo-opo. Si mbok mung iso dungakno kowe, kowe anakku siji-siji ne. Aku bangga duwe anak koyo kowe, kowe saiki yo wes gede wes sukses. Si mbok mung pengen pesen nang awakmu, dadiyo bocah kang iso manfaati nang wong akeh, ora mung nang awake dewe. Lan ojo lali ibadah maring gusti Allah. Dadiyo arek seng manfaat kanggo agama lan negoromu yo le.........Laa Ilaaha Illallah”.
Mata ibu adi tertutup, dengan senyumdi wajahnya. Ibu adi meninggal.
“Mbok...????Si mbok??”.
Adi menangis seraya memeluk jasad ibunya, sokib juga memelukadi seraya mencoba menenangkanya.
@@ @@@
Setelah kepergian ibunya, adi kembali ke bali. Dan ia pun berusaha untuk menjalankan wasiat ibunya, dengan menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain. Adi selalu rajin menyumbangkan sebagian hasil restorannya ke panti asuhan. Dan kini adi berdiri di tepi pantai sanur seraya meluhat keindahan senja di sore itu.
“Ya Allah izinkan hambamu ini menjadi anak yang berbakti kepada orangtua hamba. Dan jadikan lah hamba seorang yang berguna bagi orang banyak. Dan terimalah si mbok di sisiMu”.
Adi berdoa di dalam hati. Dengan senyum dan semangat yang berkobar dalam hatinya. Adi berteriak ke arah pantai.
“Si mbok....! Kabeh iki gawe sampean, namung gawe sampean...!”
@@@@@